- Launching e-Office Balai KSDA Sulteng
- PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA OWINI DAN DESA BANCEA
- Himbauan Terkait Karhutla pada desa Pangi
- PATROLI DAN PEMELIHARAAN PAL BATAS KAWASAN CAGAR ALAM MOROWALI
- Patroli Pal Batas CA Pangi Binangga
- PENYU HIJAU SALAH SATU SATWA YANG DI LINDUNGI
- UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI SUAKA MARGA SATWA LOMBUYAN KAB. BANGGAI
- PATROLI PENGAMANAN KAWASAN HUTAN DI CAGAR ALAM PATI-PATI KAB.BANGGAI
- Tim resort CA Pangi Binangga melakukan kegiatan pemeliharaan papan informasi batas kawasan hutan
- Monitoring Anoa Menggunakan Kamera Trap di Cagar Alam Tanjung Api Kab. Tojo Una-una
SUAKA MARGA SATWA BAKIRIANG
BKSDA SULAWESI TENGAH
Sejarah Pengelolaan Kawasan
Kawasan SM Bakiriang pertama kali ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Raja Banggai No. 4
Tahun 1936 dengan luas ± 3.500 hektar yang terletak di Komplek Hutan Pengunungan Batui, memanjang ke Selatan
sampai ke pantai. Komplek hutan ini diapit oleh 2 (dua) kampung besar yaitu
Moilong dan Sinorang Kecamatan Batui. Suaka Margasatwa ini merupakan habitat
satwa endemik Sulawesi yaitu Burung maleo (Macrocephalon
maleo). Areal hutan tersebut merupakan areal koridor hutan yang memanjang
dari Pegunungan Batui ke selatan sampai ke pantai muara Sungai Bakiriang.
Gubernur Kepala Daerah Tingakat I Sulawesi Tengah melalui Surat Keputusan
Gubernur No. SK. 188.44/3932/DINHUT/89 tanggal 30 Agustus 1989 merekomendasikan
kawasan SM Bakiriang dengan luas ± 3.900 hektar. Rekomendasi Gubernur ini telah terakomodir di dalam
Struktur Tata Ruang Propinsi (STRP) Sulawesi Tengah yang disyahkan Gubernur
berdasarkan Keputusan Nomor 522.1/1029/1996. Bappeda tanggal 8 Juli 1996,
sesuai peta hasil paduserasi antara RTRWP dan TGHK Sulawesi Tengah Nomor
136/1028/96. Bappeda tanggal 8 Juli 1996, di mana kawasan SM Bakiriang seluas ± 3.900 Ha masuk Kawasan Lindung dengan
fungsi sebagai Suaka Margasatwa.
Baca Lainnya :
- CAGAR ALAM TANJUNG API0
- CAGAR ALAM PATI-PATI0
- CAGAR ALAM PANGI BINANGGA0
- CAGAR ALAM PAMONA0
- CAGAR ALAM MOROWALI0
Tahap berikutnya dilaksanakan tata batas kawasan hutan Bakiriang yang
di dalamnya termasuk SM Bakiriang yang dilakukan secara bertahap sesuai
kemampuan anggaran yang tersedia dengan tahapan sebagai berikut:
· Tahap I
dilaksanakan pada tahun 1991/1992 sepanjang 16,30 Km;
· Tahap II
dilaksanakan pada tahun 1992/1993 sepanjang 16,20 Km;
· Tahap III
dilaksanakan pada tahun 1994/1995 sepanjang 18,00 Km;
·
Tahap IV dilaksanakan pada tahun 1996/1997 sepanjang 58,99 Km.
Pada tahun 1998 dikeluarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor;
398/Kpts-II/1998 tanggal 21 April 1998 tentang penunjukan Areal Hutan Bakiriang
yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Banggai Propinsi Daerah Tingkat I
Letak geografis kawasan
10 16’ 02” sampai dengan 10 25’ 40” Lintang
Selatan (LS) dan 1220 15’ 59” sampai dengan 1220 26’ 41”
Bujur Timur (BT)
Tipe Ekosistem di Kawasan
Ekosistem hutan hujan, ekosistem pantai, ekosistem rawa payau,
ekosistem hutan bakau.
KeanekaragamanHayati
Potensi flora dan fauna secara umum
Potensi flora di dalam kawasan SM. Bakiriang, mencakup potensi flora
pada komposisi hutan hujan dataran rendah pada daerah pegunungan, dan
perbukitan, komposisi flora pada lokasi ini terdiri dari, Damar (Agathis sp), Meranti merah dan putih (Shorea sp), Kume (Palaquium sp), kemudian disusul dengan jenis Siuri (Koordersiodendron pinnatum), Nantu (Endiandra sp), Palapi (Heriteira sp), Bayur (Pterospermum sp).
Kemudian pada stratum lebih rendah dijumpai jenis; Kenari (Canarium sp), Kenanga (Cananga odorata), Dao (Dracontomelon dao), Palijo (Cinnamommum sp), Kemiri (Aleurites moluccana), dan Gopasa (Vitex gopasa).
Pada daerah-daerah yang terbuka akan muncul jenis-jenis pioner, yang
mendominasi lahan tersebut dengan jenis antara lain; Kawae (Trema orientalis), Waneran (Macaranga orientalis), dan Pamuru (Elmerilia ovalis).
Pada daerah pesisir pantai atau ekosistem hutan Pantai, dijumpai
jenis-jenis flora antara lain; Bintangur (Callophyllum
inophylum), Benuang laki (Duabanga
moluccana), Cemaranpantai (Casuarina
equisetifolia), Pulai (Alstonia
scholaris), Sengon laut (Albizzia
falcataria), Pangi (Pangium edula),
dan beberapa jenis lainnya.
Dijumpai pula beberapa jenis pada hutan rawa dan
ekosistem hutan bakau, diantaranya jenis; Prepat laut (Soneratia sp), Prepat darat (Rhizophora
sp), Payapi (Avicennia marina),
DAN Boise (Bruguera gymnorhiza), pada
rawa-rawa dijumpai antara lain; Nipah (Nipa
fruticans), Jabon (Anthocephalus
chinensis), Sagu (Metrosideros sagu),
dan Binuang laki (Duabanga moluccana).
Sebagian besar jenis-jenis flora tersebut di atas merupakan pakan bagi burung
Maleo di dalam kawasan SM. Bakiriang Burung maleo (Macrocephalon maleo). Fauna lain yang dapat dijumpai dalam kawasan SM
Bakiriang yaitu: Kera hitam sulawesi (Macaca tonkeana), Musang coklat (Macrogalidia muschenbroeckii), Kea atau Kakatua hijau (Tanygnatus
sumatranus), Nuri hijau kepala biru (Trichoglosossus
ornatus), Pecuk ular (Anhinga melanogaster), Kepodang (Oriolus chinensis), Mandar sulawesi (Aramidopsis plateni), Gagak hitam (Corvus enca), Rangkong sulawesi (Rhyticeros cassidix), dan Penelopides exarhatus), Bangau (Egreta
alba, Egeta intermedia, Egreta garzeta).
Sedangkan jenis reptil yang ditemukan dalam kawasan yaitu: Soa-soa (Hydrosaurus amboinnensis), Biawak (Varanus salvator), Tokek (Gekcho gekcho), Cecak (Hemidaktylus platunus), Bunglon (Calotes critalellus), Penyu sisik (Erethmochelys imbricate), Buaya muara (Crocodylus porossus), Ular sanca bodo (Python molurus), dan Ular sawah (Python reticulates). Selain itu, Babi hutan (Sus celebensis) dan Burung gosong (Megapodius cumingii) dapat juga dijumpai dalam kawasan SM Bakiriang.
Potensi kawasan
jenis tanah
Jenis tanah yang terdapat dalam kawasan SM Bakiriang terdiri atas jenis
aluvium muda berasal dari endapat pantai (daerah pantai). Jenis tanah yang
umumnya dijumpai pada wilayah pantai yaitu aluvium endapan laut campuran
endapan muara hingga aluvium non vulkanik dan endapan estuarin yang berasal dari sungai gambut (endapan bahan organik
gambut).
Pada bagian pegunungan jenis tanah yang menyusun kawasan SM Bakiriang
yaitu batu pasir, konglomerat, batu lumpur serpih, dan batu marmer serta batu
gamping dengan jenis ultiso (potsolik merah kuning), dan jenis laosol (Inceptisol).
Posisi Kawasan konservasi dalam DAS
Kawasan SM Bakiriang merupakan kelompok hutan yang memiliki fungsi
sebagai hutan lindung dan dari kawasan hutan lindung tersebut dijumpai beberapa
sungai yang mengalir aktif. Sungai Sinorang merupakan sungai yang terbesar dan
panjang yang mengalir dan berhulu di Pengunungan Batui dalam kawasan SM
Bakiriang. Hulu Sungai Toili yang mengalir pada bagian timur kawasan adalah
Pegunungan Batui, begitu pula halnya dengan Sungai Tumpu. Di bagian daerah
pantai mengalir Sungai Bakiriang yang berhulu di daerah Perbukitan Bakiriang
dan bagian dari pegunungan batu kapur atau gamping. Keberadaan sungai-sungai
tersebut dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber pengairan bagi sawah-sawah dan
kebun-kebun penduduk di sekitarnya.
Curah hujan
Curah hujan tertinggi rata-rata adalah 243 mm/ bulan di Kecamatan Batui
Selatan, sedangkan di Kecamatan Moilong dan Kecamatan Toili rata-rata curah
hujan tertinggi adalah 171 mm/ bulan, dengan suhu udara rata-rata terendah 21 0C
dan tertinggi 33 0C.
Ketinggian
0 – 700 m dpl
kelerengan/topografi
Kawasan SM Bakiriang umumnya memiliki topografi wilayah yang bervariasi
dari mulai dari datar hingga pegunungan. kemiringan lereng 0 – < 8% (landai) pada daerah pantai, 8 –
< 15% pada daerah perbukitan (landai sampai agak curam), 15 - < 25% juga
pada daerah perbukitan (curam) dan 25 - < 40% pada daerah pegunungan, serta
kemiringan lereng ≥ 40% pada daerah pegunungan (sangat curam).
Aksesibilitas menuju kawasan
Kawasan SM Bakiriang, dapat ditempuh dengan kendaraan darat baik roda 4
(empat) maupun roda 2 (dua). Jarak tempuh antara Palu – Kawasan SM Bakiriang ±
700 Km dengan waktu tempuh ± 12 – 16 jam, menggunakan kendaraan umum atau
pribadi.
Terdapat seditikitnya 3 (tiga) akses masuk ke Kawasan SM Bakiriang ini,
ketiga pintu itu adalah dari Desa Sukamaju di sebalah timur kawasan, Desa
Samalore di sebelah barat kawasan dan Desa Moilong di sebelah selatan kawasan. Pencapaian akses
masuk tersebut adalah sebagai berikut:
·
Kota Luwuk – Desa Sukamaju (± 90 km) dapat ditempuh dengan kendaraan
beroda 2 (dua) atau beroda 4 (empat) dan dilanjutkan dengan kendaraan roda 2
(dua) untuk masuk ke Dusun Tumpu Jaya I Desa Sinorang yang berbatasan dengan
kawasan tersebut melewati Sungai Sinorang.
·
Kota Luwuk – Desa Samalore (± 100 km) ditempuh dengan roda 2 (dua) atau
roda 4 (empat) dan dilanjutkan sampai masuk ke Dusun Tumpu Jaya II Desa
Sinorang yang terletak dalam kawasan melewati areal perkebunan kelapa
sawit PT. Kurnia Luwuk Sejati.
· Kota Luwuk – Desa Moilong (± 100 km) ditempuh dengan roda 2 (dua) atau roda 4 (empat) dan dilanjutkan berjalan kaki menyusuri pinggiran Pantai Sinorang (Selat Peling) sampai masuk ke areal Penangkaran Burung maleo di bagian Pantai Sinorang melewati Desa Sumberharjo dan Desa Slametharjo atau dapat pula menggunakan sampan/perahu motor dari Desa Sinorang ke areal penangkaran tersebut
Kondisi Penataan Zona/blok
Sudah
dilakukan penataan blok berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Konservasi
Sumber Daya Alam dan Eksosistem Nomor : SK.431/KSDAE/SET/KSA.0/12/2016 tanggal 28 Desember 2016.
Sosial Ekonimi dan Budaya
Ekonomi dan social budaya masyarakat sekitar kawasan
Kehidupan masyarakat
di sekitar kawasan SM. Bakiriang, cukup harmonis dengan keragaman penduduk.
Masyarakat lokal masih tetap memelihara adat istiadat secara turun temurun,
termasuk adat Tumpe yang dilakukan sejak Jaman Kerajaan Banggai. Mata
pencaharian masyarakat pada umumnya bertani dan berkebun, sebagian yang berada
di daerah pesisir pantai dengan mata pencaharian nelayan.
Aspek budaya yang
datang bersamaan dengan masuknya para Transmigran dari Jawa dan Bali yang
ditempatkan di sekitar wilayah SM. Bakiriang, tidak mempengaruhi secara
signifikan perkembangan budaya lokal. Masyarakat lokal pada umumnya menganut
agama Islam, sedangkan para transmigran ada beragama Islam, Hindu dan Nasrani.
Masing-masing kelompok masyarakat secara harmonis melaksanakan ibadah menurut
agama dan keyakinannya masing-masing.
Masyarakat dengan mata pencaharian sebagai petani di sekitar kawasan
SM. Bakiriang, sangat didukung oleh keberadaan lahan yang subur dan
pengairan/irigasi yang memadai, sehingga keberhasilan usaha sektor pertanian
sangat memungkinkan bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat
Desa Penyangga KK Konservasi
No |
Desa |
Kec |
Kab |
Prop |
1 |
Maleo Jaya |
Batui Selatan |
Banggai |
Sulteng |
2 |
Sinorang |
Batui Selatan |
Banggai |
Sulteng |
3 |
Gori Gori |
Batui Selatan |
Banggai |
Sulteng |
4 |
Samalore |
Toili |
Banggai |
Sulteng |
5 |
Benteng |
Toili |
Banggai |
Sulteng |
6 |
Sido Mukti |
Toili |
Banggai |
Sulteng |
7 |
Arga Kencana |
Moilong |
Banggai |
Sulteng |
8 |
Sido Makmur |
Moilong |
Banggai |
Sulteng |
9 |
Moilong |
Moilong |
Banggai |
Sulteng |
10 |
Slamet Harjo |
Moilong |
Banggai |
Sulteng |
11 |
Sumber Harjo |
Moilong |
Banggai |
Sulteng |
12 |
Toili |
Moilong |
Banggai |
Sulteng |